Cara Pembentukan Tim Panitia, Serta Tugas dan Fungsi Panitia Qurban

Mifjanahgandol – Cara Pembentukan Tim Panitia, Serta Tugas dan Fungsi Panitia Qurban – Beberapa hari lagi kita akan berjumpa dengan Bulan Dzulhijjah atau yang biasa orang-orang menyebutnya bulannya Idul Qurban. Sahabat, perayaan Idul Adha ini memiliki tingkat kompleksitas dan keunikan tersendiri. Panitia Idul Adha disini selain harus mampu menyediakan sarana dan prasarana untuk kegiatan Sholat Ied, tapi juga harus mampu mengakomodir apabila ada jamaah masjid yang ingin berkurban di Masjid.

Berqurban adalah salah satu ibadah yang pelaksanaannya tidak harus oleh pihak yang berqurban (mudlahhi). Artinya, boleh diwakilkan kepada pihak kedua, baik perorangan mau pun beberapa orang yang terkoordinir atau panitia. Ini adalah akad wakalah atau perwakilan. Ibadah yang boleh diwakilkan adalah ibadah Haji, menyembelih qurban, dan membagikan zakat.

Panitia qurban adalah sekelompok orang tertentu yang pada umumnya dipersiapkan oleh suatu organisasi, baik ta’mir masjid, mushalla, instansi dan lain-lain guna menerima kepercayaan atau amanat dari pihak yang berqurban untuk melaksanakan penyembelihan hewan qurban dan membagikan dagingnya.

Memperhatikan pengertian panitia di atas, maka dalam pandangan Fiqh panitia adalah wakil dari pihak orang yang berqurban. Dalam Hamisy Hasyiyah al-Bajuri dijelaskan:

وَفِي الشَّرْعِ تَفْوِيْضُ شَخْصٍ شَيْئاً لَهُ فِعْلُهُ مِمَّا يَقْبَلُ النِّيَابَةَ إِلَى غَيْرِهِ لِيَفْعَلَهُ حَالَ حَيَاتِهِ

“Wakalah menurut syariat adalah penyerahan oleh seseorang tentang sesuatu yang boleh ia kerjakan sendiri dari urusan-urusan yang bisa digantikan (pihak lain) kepada pihak lain agar dikerjakannya di waktu pihak pertama masih hidup.”

Tata-cara penyerahan qurban kepada panitia

Sebagaimana diketahui, qurban pada saat ini sudah diatur dengan baik: mulai dari proses pencarian peserta qurban, pembelian hewan qurban, penyembelihan, dan distribusi daging qurban. Di kebanyakan daerah, pengurus masjid/musholla biasanya menjadi pihak yang bertanggung jawab untuk mewujudkan ini.

Model kepanitiaan seperti ini tentu sangat bermanfaat dan berguna. Terutama untuk pendistribusian daging qurban. Pasalnya bila dikelola secara personal, pendistribusiannya mungkin tidak merata dan tidak tepat sasaran.

Namun bagaimana hukumnya bila penyembelihan hewan qurban tersebut diserahkan semuanya kepada panitia? Bukankah peserta qurban itu sendiri lebih utama untuk menyembelihnya? Anas bin Malik mengatakan:

كان النبي صلى الله عليه وسلم يضحي بكبشين أملحين أقرنين فذحبهما بيده

Artinya, “Nabi SAW menyembelih sendiri dua ekor domba yang berwarna putih campur hitam dan bertanduk.”

Berdasarkan hadis ini, para ulama menyimpulkan bahwa penyembelihan hewan qurban seyogianya dilakukan sendiri oleh orang yang berqurban. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Ini sekaligus merupakan sifat tawaddu’ dan kerendahan hati Rasulullah SAW. Penyembelihan ini perlu dilakukan sendiri karena qurban termasuk bagian dari ibadah. Sangat diutamakan dalam beribadah dilaksanakan oleh orang yang bersangkutan dan tidak mewakilkannya kepada orang lain.

Meskipun penyembelihan sendiri lebih diutamakan, hal ini bukan berarti jika diwakilkan kepada orang lain tidak diperbolehkan. Faktanya, memang tidak semua orang mampu menyembelih hewan qurban. Bagi yang tidak pandai menyembelih, mewakilkan kepada orang lain tentu lebih maslahat. Sebab jika ia memaksakan dirinya, padahal dia tidak pandai, ini akan berdampak buruk dan menyiksa hewan qurban.

Badruddin Al-‘Aini dalam ‘Umdatul Qari mengatakan:

وقد اتفقوا على جواز التوكيل فها فلا يشترط الذبح بيده لكن جاءت رواية عن المالكية بعدم الأجزاء عند القدرة وعند أكثرهم يكره، لكن يستحب أن يشهدها ويكره أن يستنيب حائضا أو صبيا أو كتابيا

Artinya, “Ulama menyepakati kebolehan mewakilkan penyembelihan qurban dan tidak ada keharusan menyembelihnya sendiri. Akan tetapi, ada satu riwayat dari madzhab Malik yang menyatakan tidak sah bila ia mampu menyembelihnya, sementara menurut kebanyakan pendapat madzhab Malik hukumnya makruh. Disunahkan bagi orang yang mewakilkan penyembelihan hewan kepada orang lain untuk menyaksikan prosesnya dan dihukumi makruh bila diwakilkan kepada wanita haidh, anak kecil, dan ahli kitab.”

Yang biasa dilakukan umat Islam dua kemungkinan: Pertama, penyerahan berupa hewan qurban dan kedua, berupa uang seharga hewan ternak.

Pertama, mengenai penyerahan berupa hewan qurban. Penyerahan hewan qurban kepada panitia (wakil) ini harus melalui pernyataan yang jelas dalam hal status qubannya, apakah sunnah atau wajib. Juga masalah yang diserahkannya, menyembelih saja atau dan juga membagikan dagingnya pada pihak ketiga. Oleh karena itu, harus ada pernyataan mewakilkan atau menyerahkan oleh pihak yang berqurban dan penerimaan oleh pihak panitia, diikuti serah-terima hewan qurbannya. Dalam al-Bajuri dijelaskan bahwa rukun wakalah itu ada empat, yaitu: Muwakkil, Wakil, Muwakkal fih dan shighat. Sudah cukup dalam shighatini pernyataan dari salah satu pihak, dan tidak ada penolakan dari pihak yang lain.

Perlu diperhatikan bahwa qurban sebagai ibadah memerlukan niat, baik oleh pihak mudlahhi sendiri atau diserahkannya kepada wakilnya. Ada pun qurban nadzar, maka tidak ada syarat niat.

Kedua, mengenai penyerahan berupa uang seharga hewan ternak. Kemauan orang dalam melakukan aktifitas sehari-hari ingin serba praktis, simpel, dan mudah. Tak terkecuali dalam urusan ibadah qurban. Orang yang hendak melakukan ibadah qurban cukup menyerahkan sejumlah uang kepada panitia agar dibelikan ternak layak qurban, sekaligus sampai pada penyembelihan serta pembagian dagingnya. Dalam hal ini, menurut pandangan ulama hukumnya boleh sebagaimana dijelaskan dalam kitab I’anah al-Thalibin.

Namun ada hal penting yang perlu diperhatikan ketika penyerahan mudhahhi kepada panitia itu berupa uang. Panitia wajib menentukan atau meniatkan ternak yang telah dibelinya dengan mengatas-namakan orang yang telah memberi kuasa kepadanya (lihat: Al-Bajuri, 2/296, red)

Tugas pokok panitia qurban

Tugas pokok panitia adalah menyembelih dan membagikan dagingnya kepada pihak yang berhak, sesuai dengan pernyataan pihak mudlahhi saat penyerahan hewan qurban. Pihak wakil atau panitia sediki pun tidak diperkenankan melanggar amanah ini sebagaimana keterangan di atas.

Dalam al-Muhadzdzab (1/350) dijelaskan:

وَلَا يَمْلِكُ الوَكِيْلُ مِنَ التَّصَرُّفِ إِلاَّ مَا يَقْتَضِيْهِ إِذْنُ المُوَكِّلِ مِنْ جِهَّةِ النُّطْقِ أَوْ مِنْ جِهَّةِ العُرْفِ.

“Tidak berkuasa seorang wakil dari urusan tasharruf melainkan sebatas izin yang didapat dari muwakkil melalui ucapan atau adat yang berlaku.”

Terkait dengan qurban nadzar atau qurban wajib, panitia harus menjaga dagingnya jangan sampai jatuh pada orang yang bernadzar. Demikian pula orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya dan juga panitia sendiri.

Dalam al-Bajuri dijelaskan, pihak yang berqurban tidak boleh makan sedikit pun dari qurban yang dinadzarkan. Jika ia makan sedikit saja, maka dia wajib mengganti. Demikian pula orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya oleh mudhahhi, mereka tidak boleh makan daging qurban nadzar.

Oleh karena itu, sejak awal panitia harus memilah antara qurban sunnah dan qurban wajib agar tidak terjadi percampuran antara keduanya. Apabila pemilahan antara qurban sunnah dan nadzar/wajib menemukan kesulitan, maka dianggap cukup dengan cara memisahkan daging seukuran qurban nadzar/wajib dari daging yang ada, kemudian mensedekahkan sisanya kepada selain yang bernadzar/berqurban wajib dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.

Hukum menjual, memanfaatkan dan menjadikan ongkos sebagian dari daging qurban

Menjual atau menjadikan kulit, kepala, kaki qurban mau pun bagian badan yang lainnya oleh pihak mudlahhimau pun wakil/panitia sebagai ongkos tidak boleh. Bahkan, untuk qurban wajib/nadzar wajib disedekahkan keseluruhannya, dan sama sekali tidak boleh memanfaatkan seperti misalnya kulitnya.

Disebutkan dalam al-Bajuri (2/311): “Tidak boleh menjual, maksudnya haram atas mudlahhi menjual sedikit saja (dari qurban) baik dagingnya, bulunya atau kulitnya. Haram juga menjadikannya sebagai ongkos penyembelih walau pun qurban itu qurban sunnah.

Disebutkan dalam al-Majmu’ (2/150): “Tidak diperbolehkan menjual sedikit pun dari hewan hadiah dan qurban, baik itu nadzar atau pun sunnah.”

Wakil atau Panitia, bolehkah mereka mengambil atau memakannya

Sesuai dengan amanat yang diterimanya dari pihak mudlahhi, yaitu menyembelih dan membagikan dagingnya, maka panitia tidak boleh mengambil atau memakan sedikit pun dari padanya. Agar panitia bisa mengambil sebagian daging qurban sunnah, maka harus ada izin dari pihak mudlahhi agar ia dibolehkan mengambilnya dalam batas ukuran tertentu.

Dijelaskan pula dalam al-Bajuri (1/387):

وَلاَ يَجُوْزُ لَهُ أَخْذُ شَيْئٍ إِلاَّ إِنْ عَيَّنَ لَهُ المُوَكِّلُ قَدْراً مِنْهاَ.

“Tidak boleh bagi wakil (panitia) mengambil sedikit pun kecuali pihak muwakkil sudah menentukan sekadar dari padanya untuk pihak wakil.”

Cara mudah dan aman dalam pengelolaan qurban

Mengenai langkah-langkah menghindari kesalahan dalam mengelola ibadah qurban, ada tiga alternatif yang bisa ditawarkan: Pertama, pada saat penyerahan qurban, panitia mengidentifikasi antara qurban sunnah dan wajib. Setelah itu memisahkan daging sembelihannya agar pembagian qurban wajib tidak jatuh pada pihak yang berqurban dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.

Pihak panitia secara jelas minta izin kepada pihak mudlahhi qurban sunnah agar diperkenankan mengambil dagingnya, semisal untuk setiap satu kambing 1 kg dan setiap satu sapi 3 kg.

Kedua, panitia atau wakil cukup satu atau dua orang saja dan personil lainnya berstatus sebagai pekerja (ajir), sehingga ia berhak mendapat ongkos dan pembagian qurban. Yang menjadi wakil menerapkan alternatif pertama.

Ketiga, dalam Fath al-Wahhab (5/259) disebutkan firman Allah SWT:

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

Dijelaskan bahwa cukup jika daging qurban itu diberikan kepada satu orang miskin (wa yakfi tamlikuhu li miskinin wahidin). Maka sebagai alternatif ketiga, panitia dapat menyepakati untuk menunjuk satu atau dua orang yang berhak menerima daging qurban. Kemudian diadakan kesepakatan agar setelah mereka menerima daging qurban, mereka membagikannya kepada seluruh warga, termasuk di dalamnya panitia qurban itu sendiri. Wallahu a’lam.

Admin: Solehudin

Bagikan :

Artikel Lainnya

Komponen Penilaian Kinerja Guru ...
Penilaian Kinerja Guru (PKG) merupakan salah satu instrumen pe...
Peran Sumber Daya Informasi dala...
Di era digital saat ini, pemanfaatan Sumber Daya Informasi (SD...
Digitalisasi Madrasah: Cara Meng...
Mengelola jadwal kegiatan di madrasah bukan lagi sesuatu yang ...
Tips Sukses Mengatur Jadwal Kegi...
Pembuka: Tantangan Mengatur Jadwal di Dunia Madrasah Dalam dun...
5 Langkah Strategis Menjadi Guru...
Di tengah perubahan cepat era digital dan tantangan pendidikan...
20 Soal Latihan Bahasa Indonesia...
Sebagai bagian dari persiapan menghadapi Asesmen Sumatif Akhir...